Kamis, 25 Desember 2008

Tips Untuk Memberi Motivasi Pada Diri Sendiri

Tidak ada orang yang bisa memiliki motivasi lebih baik dari memotivasi dirinya sendiri. Motivasi diri sendiri seperti ini datang dari diri kita sendiri bukan dari orang lain.

Ada beberapa tips motivasi diri sendiri :

1. Melakukan refleksi terhadap apa yang akan kita capai lalu menuliskannya di selembar kertas.

Untuk bisa melakukan motivasi terhadap diri kita, kita harus tahu apa tujuan yang ingin kita capai. Lalu kita harus mengembangkan perencanaan jangka pendek maupun jangka panjang. Jalan mana yang akan kita pilih, haruslah mendukung dan sesuai logika. Kita tidak bisa memilih jalan yang kita sendiri tahu bahwa kita tidak akan sanggup menjalaninya. Akhirnya yang akan kita temui adalah kegagalan dan keputusasaan sebelum kita mampu mencapai tujuan kita tersebut.
Setelah kita menuliskan tujuan kita bersama dengan rencana yang kita buat untuk mencapainya, tempelkan kertas tersebut di tempat yang akan sering kita lihat setiap saat. Bisa di cermin dalam kamar, di lemari, di dinding, atau dimanapun yang menurut kita akan membuat kita sering melihat dan membacanya. Setiap hari paling tidak kita harus melihat dan membacanya sekurangnya 5 kali. Hal ini kita lakukan agar kita selalu teringat dengan tujuan yang ingin kita capai.
Setiap hari kita juga harus mencatat apa saja hal yang telah kita lakukan untuk semakin mendekatkan kita dengan untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan begitu kita bisa menyadari dan merasakan apakah tujuan itu masih jauh, semakin dekat atau hampir tercapai.

2. Berhentilah menunda

Menunda-nunda adalah hal yang bisa membunuh impian kita. Juga mampu membunuh motivasi dalam diri kita sendiri. Tetapkan batas waktu untuk mencapai satu tujuan, dan berpeganglah dengan batas waktu yang kita tentukan sendiri. Dengan memiliki perasaan dikejar batas waktu, kita juga akan lebih fokus dan berusaha untuk memenuhi tujuan tersebut. Namun berhati-hatilah dengan menentukan batas waktu, jangan sampai waktu yang kita tentukan sendiri membuat kita stres dan frustasi, sehingga malah merusak mental dan pikiran kita. Pikirkanlah batas waktu yang tepat dan tetap membuat anda nyaman dalam menjalaninya. Terburu-buru juga bukanlah hal yang baik.

3. Menghadiahi diri sendiri

Setiap orang merasa senang bila diberikan hadiah atau penghargaan ketika menyelesaikan sesuatu atau tujuan tertentu. Jadi cobalah untuk memberikan hadiah atau menghargai diri kita sendiri ketika kita menyelesaikan satu bagian dalam perencanaan kita untuk mencapai tujuan akhir kita. Hal ini membuat kita akan memiliki harapan untuk bisa menyelesaikan bagian-bagian berikutnya untuk memperoleh hadiah yang lebih baik. Kita bisa coba berjanji pada diri sendiri, misalnya ; kita tidak akan membeli baju baru sampai salah satu rencana kita selesai. Jadi ketika rencana tersebut selesai kita akan memiliki rasa bangga pada diri sendiri.
Ingat juga, setelah kita menyelesaikan satu rencana cobalah membuat rencana baru lagi dan pastikan batas waktunya. Orang yang sukses akan selalu mencari cara untuk mengembangkan diri mereka dan kehidupan mereka.

4. Bersenang-senanglah

Dalam melakukan pekerjaan kita sering dihadapkan dengan masalah ataupun beban pikiran yang berat, jadi rasa humor yang cukup bisa menjadi salah satu kunci untuk sukses. Cobalah untuk tidak terlalu berat memikirkan masalah dan pekerjaan. Belajarlah untuk menikmati apa yang kita lakukan setiap hari, sehingga kita bisa tetap termotivasi dan merasa antusias. Dan dengan tetap memiliki perasaan tersebut, kita bisa membantu diri sendiri mengontrol tingkat stres yang kita miliki.

Motivasi diri sendiri memiliki keuntungan tersendiri dan juga memacu diri kita untuk bisa lebih berkembang, lebih baik, dan mengarah pada kesuksesan.
Dengan memotivasi diri sendiri, berarti kita juga bisa menciptakan jalan-jalan baru untuk melangkah mencapai tujuan kita.

Tips Memberi Motivasi yang Baik

Salah satu faktor yang membuat staf atau bawahan anda bekerja dengan baik dan profesional sesuai dengan harapan institusi, banyak tergantung pada manajemen lembaga dalam mengarahkan stafnya. Pendekatan persuasif yang menyentuh dimensi psikologis seorang staf dalam bentuk motivasi, bisa memicu semangat bekerja lebih baik lagi.

Motivasi dalam hal ini merupakan skill untuk mendapatkan kinerja yang memuaskan dari staf Anda secara umum. Hal terbaik dalam memotivasi adalah membangkitkan kesadaran staf agar bisa memotivasi dirinya sendiri. Bahwa apa yang dilakukan dalam menciptakan iklim di mana motivasi diharapkan bisa berkembang.

Beberapa hal penting yang harus diperhatikan:
- Harapkan sesuatu yang terbaik dari staf anda. Perilaku Anda akan mencerminkan keyakinan Anda. Bahwa Anda tidak perlu mengawasi dari dekat. Anda akan menaruh kepercayaan pada mereka. Anda sekali-kali mendelegasikan taggung jawab secara bergiliran, tidak hanya pada orang tertentu, karena bisa melahirkan kecemburuan dan mengganggu skenario kerja.

- Perlakukan staf Anda seperti orang dewasa tanpa perlu diawasi secara ketat, berikan kesempatan untuk berekspresi agar bisa melahirkan kinerja yang lebih maksimal. Sebagaimana hakekat orang dewasa yang patut dihargai, didengarkan ide-idenya, dan mengambil kebijakan penting dan strategi. Hindari perhatian yang melebihi batas yang bisa membuat staf Anda gugup dan tidak bisa konsentrasi. Suasana yang baik diupayakan bisa tercipta terus.

- Perlakukan staf anda seperti pelanggan. Secara teratur, mintalah umpan balik pada mereka apa yang telah dilakukan, apa kendala yang dihadapinya dan bagaimana idealnya ke depan. Kalau anda diharapkan merubah sikap dan sistem yang berlaku, tidak ada salahnya mengikuti, mungkin bisa jadi solusi yang terbaik. Harus di ingat, bukan hanya pikiran Anda yang bisa cemerlang, dalam ide-ide cerdas bawahan juga bisa melahirkan konsep yang ideal bagi institusi yang Anda pimpin. Lagi pula menerima ide-ide cemerlang mereka bisa melahirkan rasa memiliki dan tanggungjawab yang besar dalam mensukseskan ide-ide di maksud.

- Berikan penghargaan pada staf Anda yang telah menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Karena orang bisa bertambah puas jika mereka mendapat sesuatu yang berbeda dari penilaian Anda, juga bisa meningkatkan kepercayaan diri mereka meningkat. Bahkan mereka bisa lebih siap menerima tugas-tugas baru yang mungkin lebih berat dari sebelumnya.

- Jangan lupa Anda membuat harapan-harapan dan menetapkan secara khusus agar bisa dijadikan acuan lebih lanjut. Libatkan staf anda untuk menentukan tujuan yang ingin dicapai. Keterlibatannya, bisa meningkatkan komitmen dan konsistensinya dalam agenda besar yang diharapkan. Prestasi yang tercipta, harus dibalas dengan imbalan khusus.

- Secara teratur Anda menemui staf-nya untuk mengkaji beberapa hal penting, diantaranya: bagaimana tindakan Anda sebagai pembimbing selama berlangsungnya pekerjaan? Apa saja yang mereka perlukan untuk menunjang keberhasilan pekerjaan? Apa tantangan yang sering kali dihadapinya? Apakah mereka masih siap menerima pekerjaan baru yang lebih berat? Dan sekian pertanyaan yang berkaitan dengan agenda program (pekerjaan) yang ingin dicapai.

- Jangan biarkan kegagalan merusak keyakinan diri staf Anda. Dorong mereka mencoba lagi, tekankan betapa dalamnya kepercayaan Anda pada mereka. Jangan hianati kepercayaan dari staf kerja Anda.

- Tantang staf Anda dengan sejumlah pekerjaan dan keputusan yang meningkat. Biarkan mereka bersama waktu dan tempat untuk berkembang. Makin banyak yang mereka perbuat, makin cepat mereka bisa menyerap beberapa pekerjaan yang kurang menantang. Sehingga Anda bisa lebih konsentrasi pada pekerjaan yang membutuhka skill terbaik Anda.

- Hargai waktu staf. Jangan meminta mereka untuk melakukan sesuatu yang orang lain akan melakukan, kecuali kalau hal itu mendesak. Jangan terus-menerus mengintervensi mereka, kecuali kalau benar-benar diperlukan. Berikanlah kesempatan kepada mereka menyelesaikan tugasnya dengan baik. Jangan perlakukan staf anda sebagai “kambing hitam� ketika ada sesuatu yang salah terutama jika Andalah penyebab masalah tersebut.

- Hal terpeting agar staf Anda bisa lebih professional dalam pekerjaannya, maka anda perlu mengagendakan pembangunan kapasitas untuk staf anda. Kirim mereka ke lembaga training yang lebih baik dan berkualitas, berikan pelatihan yang berkaitan dengan pekerjaan yang dihadapi. Semoga bermanfaat. (diolah dari buku Collin Stoneberg, The Manager:61 Quick Tips and Techniques for Great Result� Hard shell Publishing House 2005)

Motivasi, Yang Baik Sebagai Pemimpin

Apakah Adolf Hitler, si durjana angkara murka itu, adalah pemimpin? Jawab saya, tanpa ragu,: ”Ya! Ia adalah pemimpin”. Juga William Booth, si manusia berhati malaikat itu? Kembali jawab saya, tanpa ragu, ”Tentu! Booth adalah pemimpin”.

Orang-orang sekaliber Soekarno, Nehru, dan Nasser adalah pemimpin. Tapi jangan lupa, begitu pula mbok Carik, si pedagang nasi pecel di Magelang, atau Wakijan, yang pesuruh gereja di Jatinegara. Bu-kankah ini sudah kita bicarakan?

Tentu saja saya memaklumi kebimbangan apa menyelinap di hati Anda. Saya pun demikian, pada mulanya. Namun kini tanpa ragu saya mengatakannya, sebab tak kurang dari Allah sendiri yang menyatakannya. Bahwa setiap orang -- siapa pun dia -- dikaruniai ”tiga -at”. Ingatkah Anda apa itu?

Yaitu, ia diberi amanat, diberi mandat, dan diberi berkat, oleh Allah untuk ”berkuasa atas …” (Kejadian 1:26). Nah, apa lagi namanya ini, kalau bukan bahwa setiap orang diangkat tadi ”pemimpin”, bukan? Bahwa setiap orang diberi ”kuasa”, dikaruniai ”otoritas”, oleh Allah. Yang menjadikan semua orang sama-sama pemimpin! Anda, saya, dia, mereka -- siapa saja!

KALAU ”sama-sama pemimpin”, begitu mungkin Anda bertanya, apa itu berarti semua orang itu ”sama saja” – tak ada bedanya? Wah, kalau ini, lebih baik kita jangan tergesa-gesa. Saya minta Anda perhatikan baik-baik kata-kata yang saya pilih. Yang saya katakan adalah, bahwa semua orang -- siapa pun dia -- adalah ”sama-sama pemimpin”. ”Sama-sama” itu, saudara, tidak sama dengan ”sama saja”.

Cuma orang-orang idiot tidak kepuguhan, yang tidak melihat bahwa ada perbedaan yang besar – bahkan sangat besar – antara Hitler dan Booth, antara Bung Karno dan putra-putrinya, atau antara Osama dan Mandela.

Dan hanya mereka yang IQ-nya betul-betul ”jongkok”, yang tidak mampu melihat bahwa ada orang sekaya Syaiful, yang ”berkuasa atas” tanah, hutan, gunung dan pantai beratus-ratus hektar. Tapi ada pula orang seperti Pardamean, yang hatinya tak pernah damai, karena tanah seluas 12 meter pesegi yang dihuninya bersama keluarga itu pun tidak ia ”kuasai”.
Ada pemimpin-pemimpin yang, seperti sementara nabi, pengaruhnya tak kunjung berkurang, walau telah berabad-abad mereka tiada. Namun sebaliknya ada pula yang seperti tetangga saya, yang terhadap istri dan anak-anaknya sendiri pun, memelas sekali, tak sedikit pun ia punya wibawa.

Jadi, perbedaan itu ada. Dan tidak jarang, perbedaan itu besar sekali. Tapi perbedaan tersebut bukan dalam hal, bahwa yang satu adalah pemimpin dan yang lain tidak. Bukan itu! Mereka sama-sama pemimpin! Cuma saja, dan ini adalah pembeda yang paling mendasar, PEMIMPIN MACAM APA?

Inilah yang membedakan antara pemimpin macam Khatami – yang ingin mendorong proses reformasi – dan Khameini. – yang justru sekuat tenaga menolak perubahan. Atau antara pemimpin macam Yohanes Pembaptis, -- yang pakaiannya sekadar kulit unta dan tak memangku jabatan apa-apa --, dengan Herodes, -- raja yang sah lengkap dengan istana dan tentara, tapi tak lebih dari sekadar ”boneka” Roma.

Jadi yang membedakan seorang pemimpin dengan pemimpin lainnya, adalah KUALITAS KEPEMIMPINANNYA. Bagaimana ia memanfaatkan wewenang kepemimpinan yang ada padanya? Apakah benar-benar untuk membangun? Atau hanya untuk menyamun?
Dengan perkataan lain, apakah status sebagai ”pemimpin” itu, benar-benar dimanfaatkan untuk memimpin? Dan bila ”ya”, ke mana orang ingin dibawa dan dipimpinnya? Pertanyaan-pertanyaan ini begitu relevan sebab, seperti kita lihat, alangkah banyaknya ”pemimpin”, tapi betapa langkanya ”kepemimpinan”!

KUALITAS kepemimpi-nan, pada gilirannya, sangat ditentukan oleh MOTIVASI! Hanya motivasi yang baik, yang bisa melahirkan pemimpin yang baik! Seperti cuma benih yang baik, yang dapat menghasilkan tanaman yang baik.

Tatkala orang masih ”bermain” di ”papan bawah”, persoalan ”motivasi” ini kemungkinan besar belum menjadi masalah. Dalam kedudukan itu, godaan belum terlampau besar. Dan pilihan juga tidak banyak.

Itulah yang dialami oleh Mat Patrol, ketika ia diterima bekerja sebagai pencatat daftar tamu di gardu depan kantor pak menteri. Tugasnya adalah mencatat nama dan alamat para tamu, kemudian menahan KTP mereka.

Keadaan mulai berubah ketika Mat Patrol dipromosikan ke gedung utama. Tugasnya kini adalah mengatur urutan orang yang masuk ke ruang kerja pak menteri.

Pada mulanya tak ada yang istimewa. Sampai suatu ketika, seorang tamu diam-diam menyelipkan ”amplop”. Yang bersangkutan minta didahulukan masuk, dengan alasan harus mengejar jadwal penerbangan kembali ke Pontianak.

Pengalaman pertama ini disusul oleh yang kedua, kemudian ketiga, dan seterusnya. Dan ini menyadarkannya bahwa, walau ia cuma Mat Patrol, ternyata ia punya ”kuasa” juga!. ”Kuasa” yang bisa dimanfaatkan menjadi ”laba”.
Kesadaran ini ini memunculkan sebuah masalah baru. Persoalan ”motivasi”. Yaitu, untuk apa dan bagaimana orang memanfaatkan ”kuasa” di tangannya? Dengan ”bathil” atau dengan ”adil”? Untuk ”membantu” atau ”membantun”?

Apa yang ingin ia capai atau peroleh, dengan otoritas yang ada padanya? Dan dengan cara bagaimana ia akan mencapainya? Adakah batas-batas atau rambu-rambu tertentu?

KESADARAN mengenai betapa krusialnya masalah ”motivasi” bagi seorang pemimpin, sudah lama ada. Ini antara lain nampak dalam karya Shakespeare, yang melalui mulut Wolsey, memberi peringatan kepada sang pemimpin revolusi Inggris yang amat termashur, Oliver Cromwell. Katanya, ”Cromwell, aku titahkan engkau, campakkanlah jauh-jauh ambisi dari padamu! Oleh dosa yang sama, malaikat-malaikat telah jatuh dalam hina. tak terkira. Karenanya bagaimana mungkin, manusia, citra Sang Maha Pencipta, berharap mau memetik keuntungan dari padanya?”

Memang, sebagaimana telah saya katakan, alkitab tidak mengutuk ”ambisi” itu an sich. ”Ambisi” adalah bagian hakiki dari kemanusiaan kita. Tanpa kerinduan yang berkobar-kobar untuk ”lebih”, bagaimana mungkin ada perubahan? Dan tanpa perubahan, bagaimana mungkin ada perbaikan?

Bahkan ber”ambisi” untuk menjadi pemimpin gereja pun, menurut Paulus, adalah baik. Luhur. Mulia. ”Orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan pekerjaan yang indah”, begitu ia berkata (1 Timotius 3:1). Gereja saya mengalami kesulitan mencari kader-kader pemimpin yang baru, karena banyak orang ”berendah-hati” secara salah, tidak mau mengatakan ”mau”. Takut dituduh ”ambisius”.

Benarlah yang dikatakan oleh J. Oswald Sanders (”Spiritual Leadership”), bahwa alkitab tidak pernah menentang atau melarang ”ambisi”. ”Ambisi” pada dirinya adalah ”netral” – tidak ”baik” atau ”jahat”. Yang membuat ia ”baik” atau ”jahat”, adalah moralitas di baliknya. Dengan perkataan lain, ”motivasi”nya.

Inilah inti peringatan Yeremia, ”Masakan engkau mencari hal-hal yang besar bagimu sendiri?” (45:5). J. Oswald Sanders menamakannya ”self-centered ambition”; ”ambisi yang berpusat pada kepentingan diri sendiri”. Ini yang buruk. Ini yang jahat.

KETIKA renungan ini dipersiapkan, Indonesia sedang riuh rendah oleh pekik puluhan partai dan ribuan orang yang saling berlomba, ingin dipilih jadi pemimpin. Salahkah ini? Tidak!
Persoalannya adalah, apakah mereka layak untuk dipilih? Baiklah untuk Anda saya tegaskan, bahwa yang layak dipilih bukanlah mereka yang suaranya paling lantang! Bukan mereka yang pawai-pawainya paling meriah! Bukan mereka yang janji-janjinya paling indah! Bukan mereka yang paling royal bagi-bagi baju kaus, duit atau bendera. Juga bukan mereka yang pintar memperalat sentimen-sentimen primordial.

Menurut Yesus, ”Barangsiapa ingin menjadi besar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi yang terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hamba untuk semuanya” (Markus 10:43-44). Ini patokannya!
Jadi? Jadi cermatilah! Siapa di antara mereka yang bersedia menempuh jalan-jalan berlumpur, ketika rakyat tertimpa banjir atau tanah longsor? Siapa di antara mereka yang bersedia terbang jauh, untuk berbagi hati dan berdoa bersama dengan masyarakat yang tertimpa bencana gempa hebat? Siapa di antara mereka yang bersedia tidak sekadar ”mejeng” atau pasang aksi di depan kamera televisi, tapi mau merogoh saku atau menyumbang darah sendiri untuk para korban demam berdarah?

Kalau cuma sekadar pamer untuk membuktikan bahwa ia berani makan ayam, sambil direkam puluhan wartawan., ah, ini sih ”Siapa takut?!”. Kalau cuma sekadar bikin pernyataan betapa terkejutnya hati ibunda, tatkala mendengar betapa seriusnya wabah demam berdarah, ini sih malah tambah memrihatinkan lagi!
Apalagi kalau kemudian kunjungan ke daerah bencana sekadar merupakan kedok untuk memperoleh publikasi, agar meraup banyak suara dalam pemilu nanti. Wah, alangkah kejinya! Alangkah nistanya! ***